Senin, 27 April 2009

PANTUN

1 Sejarah Perkembangan Pantun

Lahirnya pantun erat hubungannya dengan kebiasaan masyarakat lama, yaitu mengemukakan maksud tidak secara berterus terang, melainkan dengan berpikir atau secara teka-teki. Bahkan pada zaman itu orang yang banyak mengetahui dan pandai memahami bahasa berkias dianggap sebagai orang yang berilmu atau orang pandai (Hendy, 1990:48).

Pantun tergolong puisi lama, beberapa keistemewaan pantun dibandingkan dengan bentuk puisi yang lain yaitu pantun relatif lebih mudah ditangkap maknanya. Dengan demikian pantun merupakan salah satu alat yang paling efektif untuk mengungkapkan perasaan.

Pantun sebagai puisi lama (sastra lama), sudah dimiliki oleh nenek moyang bangsa Indonesia sebelum pengaruh kebudayaan Hindu dan Arab masuk ke Indonesia. Pantun adalah warisan nenek moyang bangsa Indonesia yang paling unik (Suseno, 2008:9). Pantun yang merupakan bagian dari bentuk puisi lama, hampir merata dikenal di seluruh penjuru tanah air (Nusantara), walaupun diucapkan dalam bahasa daerah. Seperti di daerah Tapanuli dikenal dengan nama Ende-Ende, misalnya:

Molo mandurung ho dipahu,

tampul si mardulang-dulang.

Molo malungun ho diahu,

tatap sirumondang bulan.

Artinya :

Jika tuan mencari paku,

petiklah daun sidulang-dulang.

Jika tuan rindukan daku,

pandanglah sang bulan purnama.

Sementara untuk bahasa Sunda dan Jawa, disebut orang Paparikan, seperti Paparikan berikut ini dalam bahasa Banten:

Sing getol ngiman jajamu,

ambeh jadi kuat urat.

Sing getol neangan elmu,

gunana dunya akhirat.

Artinya :

Rajinlah minum jamu,

agar kuatlah urat.

Rajinlah tuntut ilmu,

bagi dunia akhirat.

Sedangkan di daerah Banyuwangi terdapat Pantun Gandrung dan di sekitar Surabaya (Jawa Timur) ada Pantun Ludruk. Misalnya Pantun Gandrung berikut ini.

Kabeh-kabeh gelung konde,

kang endi kang gelung Jawa.

Kabeh-kabeh ana kang duwe,

kang endi sing durung ana.

Artinya :

Semua bergelung konde,

manakah si gelung Jawa.

Semua telah beroleh-oleh,

siapakah yang belum punya.

Pantun pada mulanya merupakan jenis logat bahasa yang hidup di daerah Sumatera. Di Sumatera selain digunakan dalam pergaulan anak-anak muda, pantun juga dipakai dalam upacara adat seperti upacara perkawinan dan lain-lain (Zulfahnur dkk, 1996:90).

Pantun dengan sifat khususnya yang minim kata, dengan lirik-liriknya yang berirama, membuat pantun tampak luwes dan indah. Disamping itu menurut Sumiati Budiman (1987), pantun dapat dipakai sebagai wahana untuk mencurahkan perasaan kepada orang lain dalam segala hal seperti memuji, mengejek atau menyindir, menasehati atau pun bersenda gurau.

Dengan bentuknya yang sederhana serta fungsinya yang besar dalam dunia komunikasi, pantun mempunyai daya tarik untuk memikat masyarakat agar mempergunakannya dalam komunikasi. Dengan keistimewaannya itulah yang menyebabkan pantun mampu bertahan hidup sampai sekarang.

Pembuatan pantun bagi masyarakat awam seolah-olah bukan hal yang sulit. Meskipun mereka pada umumnya tidak mengetahui ciri-ciri pantun yang sebenarnya, mereka mampu membuat pantun dengan cukup baik. Hal ini disebabkan oleh keberadaan pantun dengan ciri-cirinya yang relatif mudah dikenal dan dipahami.

Jika dibandingkan dengan jenis puisi lama lainnya, seperti syair, gurindam, bidal atau mantra, dewasa ini pantun lebih banyak diminati oleh masyarakat. Hal ini disebabkan oleh bentuk atau corak pantun yang tidak membutuhkan banyak kata sehingga banyak orang yang mampu membuatnya dengan mudah.

2 Pengertian Pantun

Menurut Suseno dalam bukunya Mari Berpantun (2008:43) dikemukakan bahwa puisi tradisional Melayu (puisi lama), Pantun, telah memainkan peranan yang istimewa dalam perjalanan hidup orang Melayu. Ada dugaan kata PANTUN berasal dari akar kata TUN yang mempunyai arti teratur sebagaimana yang dikemukakan oleh Renward Branstetter. Dari pendapat itu Hoesein Djajadiningrat bersimpulan bahwa pantun ialah bahasa yang terikat dan teratur. Di samping itu, akar kata TUN dalam dunia Melayu juga bisa berarti arah, pelihara, dan bimbing, seperti yang ditunjukkan oleh kata tunjuk dan tuntun. Simpulannya; pantun dapat berarti sebagai bahasa terikat yang dapat memberi arah, petunjuk, tuntunan, dan bimbingan.

Menurut Budiman (1997:18), Pantun ialah puisi asli Indonesia yang tergolong puisi lama dan terdiri dari empat baris. Baris pertama dan kedua berupa sampiran, baris ketiga dan keempat berupa isi.

Menurut Desi Retno Kencono dalam bukunya Apresiasi Bahasa Indonesia (1992:82) mengemukakan bahwa Pantun termasuk puisi asli Indonesia. Pantun sangat terkenal dan digemari oleh masyarakat Indonesia. Pantun biasanya dipergunakan untuk bercanda, menyindir, menasehati, dan lain-lain.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2007:827), pantun ialah bentuk puisi Indonesia (Melayu), tiap bait biasanya terdiri atas empat baris yang bersajak (AB-AB), tiap larik biasanya terdiri atas empat kata, baris pertama dan baris kedua biasanya untuk tumpuan (sampiran) saja dan baris ketiga dan keempat merupakan isi.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pantun ialah puisi asli Indonesia yang tertua, terdiri atas empat baris tiap baitnya, dua baris pertama berupa sampiran, dua baris berikutnya berupa isi, berima a-b-a-b (silang), biasanya dipergunakan untuk bercanda, menyindir, atau menasehati.

Pantun sebagai warisan budaya leluhur yang sampai saat ini masih tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat perlu adanya pelestarian, sebab pantun merupakan salah satu kebudayaan asli Indonesia.

4 komentar:

  1. siapa pu ini,
    poko nya mah, ia cuma mau bilng. makasih makasih makasih banget buat info ini ..
    ngebantu banget buat tugas artikel..
    :)
    maksih :)
    danke schon..

    BalasHapus